Menjadi perempuan merupakan hal yang menyenangkan sekaligus mencengangkan mungkin ini menurut saya secara pribadi.
Dimulai ketika saya bertanya pada diri sendiri : kenapa ya saya terlahir sebagai perempuan?
Jujur dalam hati saya ada sedikit rasa cemburu kepada laki-laki, mereka bebas pulang malam tanpa rasa takut 'dijahili' oleh perempuan, apa karena saya perempuan maka saya menjadi takut?
Sekarang saya masih mencari jawabannya, mungkin semua tergantung pada pribadi masing-masing.
Jika kamu perempuan yang membaca- kita boleh jadi perempuan yang hingga saat ini dicap sebagai kaum lemah-tapi saya rasa tidak semua perempuan kan?
Tergantung kamu mau menjadi apa, apa yang kamu lakukan untuk merombak semua pemikiran lama bahwa perempuan kaum yang lemah (entah lemah secara fisik atau mental). Saya pernah melihat ada perempuan yang sengaja membuat dirinya lemah dia menikah, berhenti dari pekerjaan, mengurus anak, menuruti kata suami, dan melupakan cita-citanya. Seakan setelah menikah hidupnya tidak berkembang, mungkin dari luar dia hidup bahagia. Dia merawat anaknya dengan baik, setiap bulan berkumpul bersama teman-teman untuk arisan, tetapi suatu saat dia menangkap basah suami berselingkuh dan dia hanya terdiam tidak berani bertanya karena takut bercerai karena semua cinta dan kemampuannya telah diberikan seluruhnya pada suami. Entah mengapa dari satu contoh perempuan itu membuat saya melihat apakah perempuan memang seharusnya diam dalam kegelapan.
Untungnya saya juga melihat contoh lain kalau perempuan yang berumah tangga juga dapat berdaya dan mandiri sekalipun dia hanya ibu rumah tangga tapi dia memiliki ketegasan dan mau berusaha dengan membuka usaha- Ibu saya. Untungnya dalam hidup ini saya berkesempatan mendapat pelajaran yang positif dan negatif dari orang-orang di sekeliling saya.
"Kan lu tau kalo cewe itu suka insecure ," ungkap salah seorang teman saya.
Memang benar sih kalau menurut saya. Perempuan secara psikologi memiliki banyak kekhawatiran dalam hidupnya kalau bisa ditelusuri dan dinyatakan kekhawatiran perempuan itu juga bisa jadi salah satu faktor kalau negara kurang menyediakan rasa aman dan nyaman pada perempuan.
Tapi yah sekali lagi tergantung perempuannya. Saya sendiri terkadang suka khawatir tapi saya masih percaya pada kebaikan hati dan kemampuan saya sendiri sehingga pada akhirnya rasa khawatir bisa hilang.Misalnya takut pulang malam, berhubung kantor saya di daerah selatan-Ps.Minggu sedangkan rumah saya di seatan juga sih-Tangerang Selatan akses transportasi masih oke apalagi kantor dekat dengan stasiun kereta kalau pulang di atas jam 9 pun masih oke karena kereta masih ada sampai jam 11 malam (Terima kasih Tuhan) KRL Indonesia juga sudah menyediakan gerbong khusus perempuan, taip yah kalau sudah malam-lewat jam 8 biasanya kereta udah sepi. Tapi yah saya gak ada takut-takutnya, yang saya takut cuma ketiduran di kereta gegara AC kereta super adem dan situasi sepi mendukung kenyamanan buat tidur...zzz!
Tapi di sini saya bukan hanya melihat sisi positif - tergantung mental perempuannya, negara dan masyarakat secara luas juga harus turut menciptakan rasa aman terhadap semua perempuan (termasuk sesama perempuan) mungkin misalnya jangan mau dimadu--ehmm... menurut saya sih ya ini bisa dibilang kesetiakawanan sesama perempuan. Bukan hanya karena agama tertentu yang memperbolehkan laki-laki memiliki lebih dari satu istri tetapi ya tergantung perempuannya juga jangan mau dimadu karena zaman juga sudah berubah toh. Setahu saya dulu poligami terjadi karena banyak perempuan yang menderita dan tidak bisa melindungi diri ( nah dari dulu uda ada stigma perempuan gak bisa melindungi diri ya?) karena para suami meninggal di medan perang. Makanya dulu ada laki-laki yang mempersunting lebih dari 1 perempuan. Nah berarti yang harus ditentang yah poligami karena selingkuh hati kali ya.
SELAMAT HARI PERJUANGAN PEREMPUAN!