Kamis, Januari 13, 2011

Lima huruf. Empat mata. Tiga malam. Dua hati.

Terlintas dalam otak mengenai suatu kata yang tak akan kunjung usai untuk diulas.

Seharusnya kata itu menjadi suatu simbol yang indah dan menyenangkan bagi semua insan yang merasakannya. Bila sedang jatuh cinta semua terasa indah namun apa yang terasa saat cinta jatuh?

Seharusnya kata itu menjadi suatu simbol yang membuat sinar harapan, sebuah senyuman dan seketika waktu menjadi terlalu cepat berlalu. Namun bila cintamu jatuh pada orang yang salah semua itu akan berbalik menghujam hatimu yang tak akan lagi utuh dan membuat otakmu menjadi terlalu penuh untuk menghindar dimana pun orang yang salah itu berada.

Seharusnya kata itu menjadi suatu simbol dimana segala hal terasa bersinar bukan suram. Membuat gelisahmu menjadi suatu ketentraman. Membuatmu menjadi orang yang lebih bergairah bukan bermuram durja.

Seharusnya kata itu menjadikan manusia lebih baik dan memikirkan masa depannya.
Bukan membuat manusia menjadi terbelakang dan ingin mengakhiri harinya.

Seharusnya kata itu menjadi suatu ukiran indah dalam hidup manusia yang menjadikannya seorang pencinta.
Bukan teringat dan terngiang-ngiang sebagai luka yang akan membekas yang menjadikannya suatu dosa dan penyesalan.

Mungkin bila bukan itu yang terasa maka bukan Lima huruf yang kukatakan.
Mungkin hanya jawaban yang paling klise untuk sebuah penolakan.
Sebuah kisah berasal dari empat mata.
Sebuah awal terukir dalam tiga malam.
Sebuah akhir yang akan ditentukan dua hati.
Satu kata cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar